Setelah aku melewati kehidupan didesa yang biasa-biasa aja, yang gitu-gitu aja dengan nuansa slow living. Melihat orang mengayuh sepeda dengan santai, melihat bapak-bapak menikmati kopi diteras ataupun sekedar pergi memancing disungai dan kebiasaan warga desa lainnya. Langkah demi langkah, aku belajar menikmati hal-hal kecil, menemukan makna di balik kesederhanaan, dan mensyukuri apa yang tersedia di sekitarku. Dalam perjalanan itu, aku makin mencari tahu, apa sebenarnya yang dicari manusia dalam hidup ini? Pengakuankah, validasikah, pekerjaankah, kedudukankah, jabatankah? Mungkin pencarian itu tidak akan pernah ada habisnya apabila terus mengikuti ukuran dan definisi orang lain. Selalu akan bermunculan ukuran-ukuran baru yang dapat menggoyahkan prinsip hidup kita, sehingga pada akhirnya kita terlena, terlupa, dan kehilangan diri sendiri di tengah arus yang tak pernah berhenti.
Maka dari itu, penting rasanya
menemukan dan mendefinisikan makna hidup sendiri, apa yang memang paling berarti
dan bernilai bagi diri kita. Hal ini juga dilatarbelakangi perbedaan
lingkungan, tempat tinggal, dan sikap penerimaan; di desa hidup berjalan lebih
tenang, manusia lebih gampang menerima keadaan, dan hubungan antarsesamanya
masih erat, sedangkan di kota, hiruk-pikuk dan persaingan terus terjadi,
sehingga kadang membuat seseorang mudah kehilangan jati diri, terombang-ambing,
dan gelisah mencari tempat di tengah keramaian. Dengan menemukan makna hidup
sendiri, kita nantinya tidak mudah goyah, apa pun godaan dan masalah yang
datang nantinya. Kita juga perlu terus membangun kesadaran diri, selalu
bertanya pada diri: apa sebenarnya tujuan aku hidup, apa yang paling penting
bagiku, dan apa yang ingin aku wariskan nantinya?
Lalu, definisi hidupmu apa? Terlepas dari setiap orang punya definisi hidup yang berbeda, satu hal yang pasti: tidak ada manusia yang terhindar dari ujian dan masalah. Hidup memang perjalanan belajar yang tak pernah usai life long learning, di mana kesabaran dan syukur menjadi kunci penting untuk terus melangkah. Dari proses belajar inilah nantinya kesadaran diri dapat terus naik, matang, dan menemukan makna yang lebih luas. Hal ini juga bergantung pada seberapa kuat kita mendefinisikan hidup, memahami apa yang paling penting, dan belajar menerima apa yang terjadi, sambil terus menjadi lebih baik. Kalau definisi hidupmu adalah ketenangan, maka kau tidak akan mudah goyah saat melihat orang lain pamer materi, gelar, atau jabatan. Dan memang, tidak ada yang salah dengan kegiatan pamer (flexing) tersebut, karena pada dasarnya era teknologi saat ini turut mendorong sikap itu salah satunya akibat kesepian dan kebutuhan manusia akan pengakuan. Maka dari itu, pintar-pintarnya kitalah yang harus belajar membangun “benteng pertahanan diri” menjaga hati dan pikiran agar tidak mudah terbawa arus dan ukuran hidup orang lain. Dengan memahami makna hidup sendiri, belajar sabar, bersyukur, dan terus belajar, kita dapat menemukan kedamaian dan kepuasan yang sejati.
0 Comments